Juara 1 Event FF Kerabat Sang Penulis Amatir
Duh, terbuat dari apakah hatiku ini? Tega menjatuhkan luka. Menggaruk wajahmu yang menyisa tangguh. Mencakar pori-porimu, lalu menusukkan dingin yang teramat bangsat. Kupenjarakan kau dan tujuh kerabatmu di balik jeruji yang kucipta dari air bening sewarna cermin.
Ya, kau tahu benar siapa aku bukan? Akulah hujan. Bukankah dulu kau sering merasukkan tubuh...ku ke dalam puisi-puisimu? Ke dalam sajak-sajakmu, juga roman dan cerita pendekmu? Lalu kini, aku menyiksamu. Duh, terbuat dari apakah hatiku ini?
"Ayo kawan, jangan menyerah!" Teriakmu fasih. Hampir saja teriakanmu membelah tubuhku. Tapi aku terlampau kuat. Kutubrukkan badanku, mengoyak atap tenda kemah yang sedang kau dirikan. Aku pun terpental. Limbung menghujam tanah. Ah, aku membuat sepatu bututmu semakin kumuh, terolesi tanah basah yang melumpur.
Aku tak habis pikir, mengapa kau dan tujuh pandu tangguh itu, tak juga membenciku. Padahal aku sudah menusuk kepala kalian dengan air serupa jarum yang ditumpahkan awan-awan bringas. Mengikat tubuh kalian dengan gigitan dingin yang pasi. Dan mengklimiskan jambulmu yang dulu menawan.
Lalu, kekasihku, petir, menyalak menebar teror. Mengaum menyambar ujung janur kelapa. Sekutuku, angin telah meninju dadamu hingga sesak menyiksa. Dan tanah yang menjelma lumpur, mengubur kakimu, sehingga kau serupa patung bernyawa. Tak bergerak. Ah, tak juga kau membenciku.
Hizbul Wathan, begitu kau kibarkan panji gagah menantang kebrutalanku. Teriakan "Allahuakbar," membahana, menusuk-nusuk telingaku. Meluluhkan kesombonganku. Tubuhku seketika bergetar. Tremor. Guncang. Tapi tak henti kutampar wajahmu memerah. Kau tak juga membenciku?
"Hujan, takkan mampu meremukkan tulang kita, kawan!" Sulut salah satu kerabatmu, "Bukankah hujan adalah anugerah?"
Hei! Apa-apaan ini? Ketika kebanyakan makhluk dari golongan kalian menamaiku musibah, kenapa kalian menyebutku anugerah? Bukankah aku sudah menyiksamu? Mengurungmu dengan jeruji tubuhku yang bening sewarna beling? Duh, terbuat dari apakah hatiku ini?
Maafkan aku, Prakoso! Sampaikan juga maafku untuk tujuh kerabat tangguhmu! Aku terpaksa memenjarakanmu. Menggaruk wajahmu yang tak menyerah. Kau tahu kenapa? Karena pawang hujan mengirimku kesini. Ia mengusirku dari tempatnya. Bedebah memang dia itu. Keparat! Tapi tak apa. Dengan begitu aku bisa melihat wajahmu dan tujuh kerabatmu yang tangguh.
Ah, jika saja aku manusia, sudah kunikahi kalian, Kerabat.
Jumlah kata : 333
*Ipung Arraffa
Thanks to HW Prakoso, Sang Penulis Amatir, d'Kerabat

Copy-Paste kode di bawah, untuk pasang banner ini....
untuk pilihan Banner lain, silakan Temans Klik di sini
Karya Ipung
- Banner n Blog Info (2)
- Based on True Story (2)
- buku (4)
- Cerpen (10)
- Essay (1)
- Fiksi Mini (1)
- FlashFiction (4)
- Lagu (1)
- Monolog (1)
- Motivasi (2)
- News n Info (2)
- novel (2)
- Photo (1)
- Puisi (5)
Rekomendasi Karya(4Download)
Gimana blog ini menurut kamu?
Senin, Desember 19, 2011
Jeruji Hujan
Diposting oleh
Ipung Arraffa
di
20.39
Label: Cerpen, FlashFiction
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
Assalamu'alaikum ...sob,slm kenal...keren blog nya....bahagia itu indah...
nice post
menarik dan bermanfaat
terima kasih banyak