Perkenalkan!
Namaku Astini! Kalian bisa memanggilku Asti, Tini, Astin, Estin atau apalah itu terserah kalian! Buatku, nama hanyalah sebuah kata untuk membedakan aku dan kalian. Namaku tak menjadi spesial dengan gelar yang mengawali atau mengikutinya. Namaku hanyalah kebanggaan ketika kelak Tuhan memanggilku dengan lembut. Bahkan aku tidak tahu Tuhan akan memanggilku apa! Asti, Tini, Astin, Estin, atau mungkin dengan nama lengkap: Astini?
Jangan tanya nama panjangku, sayang! Mungkin dulu, pada saat aku lahir, orang tuaku sedang tak ada mood untuk mengarang nama yang panjang! Jadi cukup Astini, Astini saja, sayang!
Sesederhana namaku, sederhana pula tujuanku. Kalian tahu? Aku jauh-jauh datang ke sini hanya untuk mencari secuil kebahagiaan yang sudah menjadi barang langka di desaku. Kebahagiaan yang dulu ditawarkan oleh cecunguk-cecunguk yang kucinta, seperti mereka menjanjikan sebungkus permen loly yang akan mereka berikan padaku, kini telah lenyap. Kebahagiaan itu dulu memang sempat ada, walaupun hanya dalam bentuk harapan, tapi kini sungguh-sungguh lenyap! Ya, lenyap sayang! Sehingga aku sempat lupa bahwa dulu aku pernah merasakan bahagia, walaupun hanya dalam bentuk harapan kosong.
Kebahagian pertama dicuri pacarku. Dia menjanjikan cinta, dia membingkis cinta itu dalam kado yang saaaangat indah, lalu atas nama cinta dia persembahkan kado itu, atas nama cinta dia memegang tanganku, atas nama cinta membelai rambutku, atas nama cinta dia menciumku, atas nama cinta dia meraba tubuhku, dan atas nama cinta dia membuka bajuku satu persatu, satu persatu, dan satu persatu, atas nama cinta juga dia membaringkanku, dan barangkali atas nama cinta juga dia menanam benih sialan ini dalam perutku, celakanya lagi atas nama cinta juga dia pergi meninggalkanku dengan membawa serta kebahagiaan kosong itu.
Lalu kebahagiaan kedua? Ia lenyap bersama datangnya cinta itu sendiri. Kukira cinta itu datang membawa kebahagiaan, tapi ternyata malah sekaligus merenggutnya.
Begini ceritanya sayang, seorang pria dengan wajah sendu sesendu malaikat penolong datang tawarkan cinta yang sangat manis, bahkan terlalu manis. Dia bersedia tawarkan cinta padaku. Pada jabang bayi dalam perutku. Dia adalah dewa kebahagiaanku saat itu, sayang. Sebuah kebahagiaan yang berlebihan mungkin. Satu hari, dua hari, satu minggu, dua bulan semuanya adalah keindahan. Hari ke hari perutkupun semakin buncit. Di jabang bayi menendang-nendang perutku. Sedikitpun tak terasa sakit yang ada hanya kebahagiaan. Hingga datanglah hari itu, hari yang merenggut kebahagiaan keduaku : Seorang wanita paruh baya menunjuk-nunjuk hidungku dan berteriak,
"dasar wanita jalang! Wanita jalang! Perebut suami orang! Jalang!"
Dan kebahagiaan itupun hangus.
Lalu kebahagiaan ketiga? Tak jauh beda, sayang! Begitu juga keempat dan kelima. Terakhir, keenam dan ketujuh pun begitu.
Sekarang aku berdiri di sini, sayang. Tak ada tujuan lain, selain mencari kebahagiaan kedelapan, kesembilan, kesepuluh, dan seterusnya. Apakah kau ingin menjadi bagian dari kebahagiaanku, sayang?
Copy-Paste kode di bawah, untuk pasang banner ini....
untuk pilihan Banner lain, silakan Temans Klik di sini
Karya Ipung
- Banner n Blog Info (2)
- Based on True Story (2)
- buku (4)
- Cerpen (10)
- Essay (1)
- Fiksi Mini (1)
- FlashFiction (4)
- Lagu (1)
- Monolog (1)
- Motivasi (2)
- News n Info (2)
- novel (2)
- Photo (1)
- Puisi (5)
Rekomendasi Karya(4Download)
Gimana blog ini menurut kamu?
Jumat, Januari 09, 2009
Astini Jalang
Diposting oleh Ipung Arraffa di 23.35
Label: Fiksi Mini, FlashFiction, Monolog
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
:f :D :) ;;) :x :$ x( :?
:@ :~ :| :)) :( :s :(( :o Posting Komentar